PENGERTIAN EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi sebagian umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru Bahasa Indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah.
DEFINISI EJAAN
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi, bagaimana memenggal suku kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
Terdiri dari:
-Ejaan Baku adalah ejaan yang benar.
-Ejaan tidak baku adalah ejaan yang tidak benar atau ejaan yang salah.
Untuk mengetahui bahwa kata pada kalimat yang kita tulis tidak menyalahi aturan ejaan baku dan ejaan tidak baku cukup dengan membuka buku kamus Bahasa Indonesia. Contohnya, Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku, dimana yang sebelah kiri adalah salah dan yang sebelah kanan adalah betul :
Apotik | Apotek | Hadist | Hadis | Nomer | Nomor |
Atlit | Atlet | Ijin | Izin | Obyek | Objek |
Azas | Asas | Imajinasi | Imaginasi | Ramadhan | Ramadan |
Azasi | Asasi | Insyaf | Insaf | Rame | Ramai |
Bis | Bus | Jaman | Zaman | Rapor | Rapot |
Do’a | Doa | Kalo | Kalau | Sentausa | Sentosa |
Duren | Durian | Karir | Karier | Trotoar | Trotoir |
Gubug | Gubuk | Kongkrit | Konkret | Urgent | Urgensi |
Dan berikut inilah sebagian contoh dari bentuk ekstra ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan (EYD) :
Kreatifitas | Kreativitas | Sportifitas | Sportivitas |
Kreativ | Kreatif | Sportiv | Sportif |
Aktifitas | Aktivitas | Produktifitas | Produktivitas |
Aktiv | Aktif | Produktiv | Produktif |
Jadi intinya dalam bentuk EYD ini, jika dalam kata asli, kita hanya menggunakan F di akhir kalimat, bukan V. Namun jika kata asli tersebut diimbuhkan, maka wajib menggunakan huruf V, bukan F.
Pada garis besarnya ejaan terbagi atas:
1. Pemenggalan kata
2. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
3. Penulisan kata
4. Pemakaian tanda Baca
5. Tanda hubung
6. Angka dan lambing bilangan
7. Singkatan dan akronim
1. PEMENGGALAN KATA
Jika di tengah kata ada tiga buah konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
In-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok, ikh-las.
Imbuhan awalan dan akhiran termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
Makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah.
2. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
Huruf Kapital
2.1 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
2.2 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
2.3 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
2.4 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
2.5 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure-unsur nama orang.
2.6 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
2.7 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
2.8 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang dipakai, dalam penyapaan dan pengacauan.
**Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacauan atau penyapaan.
Huruf Miring
1. Huruf miring dipakai untuk penulisan nama buku, majalah, dan surat kabar.
2. Huruf miring dipakai untuk penulisan kata atau istilah asing.
3. Huruf miring dipakai untuk penulisan kata yang ditegaskan/dipentingkan kalimat.
3. PENULISAN KATA
3.1. Imbuhan (awalan, sisipan, dan akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya: bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
3.2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar lauskan.
3.3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapatkan awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: menggarisbawahi, menyebar-luaskan, dilipatkandakan, penghancur-leburan.
3.4. Jika salah satu unsure gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, biokimia.
3.5. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada.
4. PEMAKAIAN TANDA BACA
4.1. Tanda Titik ( . )
a. Tanda titik tidak dapat dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya: Yth.Sdr.Moh.Tirmizi (tanpa titik)
Jalan Matraman 524 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
4.2. Tanda Koma ( , )
4.2.1. Tanda koma dipakai di antara unsure-unsur dalam suatu perincian pembilangan.
Contoh: Tika membeli tas, pena, dan tinta.
4.2.2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Tika bukan anak saya, melainkan anak Pak Mizzi.
4.2.3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya: Tika tidak akan datang kalau hari hujan.
Mizzi lupa akan janjinya karena sibuk.
4.2.4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat; termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya: Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
Jadi, soalnya tidak semudah itu.
4.2.5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Kata ibu, “Saya gembira sekali”.
“Saya gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus”.
4.2.6. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A
4.2.7. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya: Guru saya, Pak Mizzi, pandai sekali.
Di daerah kami misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua sisqa, bak laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti pelatihan paduan suara.
5. TANDA HUBUNG ( - )
5.1. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
5.2. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya: ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20x5000).
Bandingkan dengan: be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1x25000).
5.3. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf capital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya: se-Indonesia, se-JawaBarat, hadiah ke-2, tahun 50-an,
mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri Sekretaris Negara.
5.4. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Misalnya: di-smash, pen-tackle-an.
6. ANGKA DAN LAMBANG BILANGAN
6.1. Penulisan lambing bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut:
Misalnya: Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalam kehidupan pada abad ke-20 ini; lihat bab II; pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
6.2 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambing bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya: Mizzi menonton drama itu sampai tiga kali.
Tika memesan tiga ratus ekor ayam.
6.3 Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilagan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Mizzi mengundang 240 orang tamu.
Sekian, terima kasih :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar