Minggu, 30 September 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Salah satu ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan modul ini adalah ragam bahasa Indonesia.  Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993). Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi.
Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.


B.     BATASAN MASALAH
Dalam Makalah ini  kita akan mengkaji tentang “Penyusunan Kalimat Bahasa Indonesia Ragam Formal”. Batasan masalah yang di hadapi adalah :
a.       Penerapan Diksi (Pilihan Kata) dalam Kalimat Ragam Formal
b.      Penggunaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia
c.       Penyusunan Kalimat Baku


BAB II
PENYUSUNAN KALIMAT BAHASA INDONESIA RAGAM FORMAL

A.    Penerapan Diksi (Pilihan Kata) dalam Kalimat Ragam Formal
Diksi dalam hal ini dapat diartikan sebagai pilihan kata, gaya bahasa, ungkapan-ungkapan seseorang untuk mengungkapkan kalimat dalam bentuk resmi (Formal). Agar menghasilkan kalimat yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
2.      Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
3.      Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.[1]
Contoh Kalimat:
1)      Hari ini Anggota Kelompok Tani Maju akan mengadakan temu ramah dengan Penduduk Desa Batang Hari.

2)      Minggu ini Para TNI dan ABRI ingin mengadakan kegiatan ABRI Masuk Desa di wilayah Suka Maju bersama para penduduk setempat guna menjaga K5 di wilayah tersebut.

Kedua Kalimat diatas memiliki makna yang sama, tetapi dalam pemilihan kata atau diksi, kalimat kedua lebih menarik bagi pembaca karena enak dibaca dan tidak membosankan.
Disamping itu, dalam penerapan Diksi (Pilihan Kata) kalimat kalimat ragam Formal, ada juga yang berpendapat bahwa ada beberapa syarat lain untuk penerapan pilihan kata ragam formal, antara lain:


1.      Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif sering disebut makna konseptual. Misalnya, kata makan yang bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah dan ditelan.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan pada makna konotatif berarti untung atau pukul. Makna konotatif selalu berubah dari zaman ke zaman. Contoh lainnya misalnya kamar kecil dapat bermakna konotatif jamban, sedangkan makna denotative adalah kamar yang kecil.

2.      Makna Umum dan Makna Khusus
Kata umum adalah kata yang acuannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang acuannya lebih sempit atau khusus. Misalnya ikan termasuk kata umum, sedangkan kata khusus dari ikan adalah mujair, lele, gurami, gabus, koi. Contoh lainnya misalnya lele dapat menjadi kata umum, jika kata khususnya adalah lele lokal, lele dumbo.

3.      Kata Konkrit dan Kata Abstrak
Kata konkrit adalah kata yang acuannya dapat diserap oleh pancaindra. Misalnya meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang acuannya sulit diserap oleh pancaindra. Misalnya perdamaian, gagasan. Kegunaan kata astrak untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak dapat membedakan secara halus antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Pemakaian kata abstrak yang banyak pada suatu karangan akan menjadikan karangan tersebut tidak jelas dalam menyampikan gagasan penulis.


4.      Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Misalnya kata cermat dan cerdik yang keduanya bersinonim, tetapi keduanya tidaklah sama persis.

5.      Kata Ilmiah dan Kata Populer
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum pelajar dalam berkomunikasi maupun dalam tulisan-tulisan ilmiah seperti karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis, desertasi. Selain itu digunakan pada acara-acara resmi. Kata popular adalah kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat umum.[2]


B.     Penggunaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia
Dalam menggunakan Bahasa Indonesia, perlu juga diperhatikan Struktur Kalimatnya. Hal ini berguna agar kita bisa mengetahui apakah kalimat tersebut baku atau tidak, di samping itu kita bisa juga mengetahui bagaimana menggunakan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana.[3]
Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu sekurang-kurangnya terdapat predikat(P) dan subjek(S), baik disertai objek(O), pelengkap, atau keterangan(Ket) maupun tidak, bergantung kepada tipe verba predikat kalimat tersebut.[4]
Dalam  berbahasa,  baik  secara  lisan  maupun  tulis,  kita  sebenarnya  tidak  mengunakan kata-kata  secara  lepas. Akan  tetapi, kata-kata  itu  terangkai   mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan.  Rangkaian  kata  yang  dapat  mengungkapkan  gagasan,  pikiran,  atau  perasaan  itu dinamakan kalimat.[5] 
 Untuk menggunakan struktur kalimat bahasa Indonesia, ada hal yang perlu diperhatikan, hal tesebut adalah Pola Dasar kalimat bahasa Indonesia.
Pola dasar kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:[6]

1.      Kalimat Dasar Berpola S P
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan. Misalnya:
a.       Mereka / sedang berenang.
           S       /        P (kata kerja)
b.      Ayahnya / guru SMA.
     S        /    P (kata benda)  
c.       Gambar itu / bagus
                            S         /   P (kata sifat)
d.      Peserta penataran ini / empat puluh orang
                                   S                 /            P (kata bilangan)

2.      Kalimat Dasar Berpola S P O
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan objek. Misalnya:

a.       Mereka / sedang menyusun / karangan ilmiah
                        S      /             P                /            O

3.      Kalimat Dasar Berpola S P Pel (Pelengkap).
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Misalnya:
a.       Anaknya / beternak / ayam
                         S       /     P        /    Pel.

4.      Kalimat Dasar Berpola S P O Pel.
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Misalnya:     
a.       Dia / mengirimi / saya / surat
                    S  /         P         /   O   /   Pel.

5.      Kalimat Dasar Berpola S P K
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan keterangan. Misalnya:
a.       Mereka / berasal / dari Surabaya
                       S      /      P     /          K



6.      Kalimat Dasar Berpola S P O K
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. Misalnya:
a.       Kami / memasukkan / pakaian / ke dalam lemari
                      S     /       P             /     O       /             K





C.    Penyusunan Kalimat Baku
Ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum dikenal sebagai ragam tulis formal.[7] Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika penyusunannya memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.[8]

Contoh kalimat baku
1.      Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2.      Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
3.      Masalah ketunakaryaan perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4.      Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
5.      Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A dan Regu B.
6.      Kita memerlukan pemikiran untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Agar menghasilkan kalimat yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
  1. Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
  2. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana
Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi agar menjadi kalimat baku.

B.     SARAN
Dalam pembuatan tugas ini penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak terdapat kesalahan oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar kesempurnaan tugas ini untuk selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Akhaidah, Sabarti,dkk.1989.Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga

Keraf, Gorys. 1985, Diksi dan Gaya Bahasa,Jakarta: Gramedia, 1985

tt.,2011, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung : Yrama Widya,


[1] Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia, 1985), h.
[3]http://www.Struktur-Kalimat.doclecturer.ukdw.ac.id/othie/Pengertian Kalimat.pdf
[4] Ibid
[5] Akhaidah, Sabarti,dkk.Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989), h.
[6] Ibid, h.
[7] tt., Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. (Bandung : Yrama Widya, 2001)
[8] http://insanpurnama.blogspot.com/2009/03/ada-beberapa-istilah-yang-dalam-konteks.html

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Salah satu ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan modul ini adalah ragam bahasa Indonesia.  Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993). Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi.
Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.


B.     BATASAN MASALAH
Dalam Makalah ini  kita akan mengkaji tentang “Penyusunan Kalimat Bahasa Indonesia Ragam Formal”. Batasan masalah yang di hadapi adalah :
a.       Penerapan Diksi (Pilihan Kata) dalam Kalimat Ragam Formal
b.      Penggunaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia
c.       Penyusunan Kalimat Baku


BAB II
PENYUSUNAN KALIMAT BAHASA INDONESIA RAGAM FORMAL

A.    Penerapan Diksi (Pilihan Kata) dalam Kalimat Ragam Formal
Diksi dalam hal ini dapat diartikan sebagai pilihan kata, gaya bahasa, ungkapan-ungkapan seseorang untuk mengungkapkan kalimat dalam bentuk resmi (Formal). Agar menghasilkan kalimat yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
2.      Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
3.      Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.[1]
Contoh Kalimat:
1)      Hari ini Anggota Kelompok Tani Maju akan mengadakan temu ramah dengan Penduduk Desa Batang Hari.

2)      Minggu ini Para TNI dan ABRI ingin mengadakan kegiatan ABRI Masuk Desa di wilayah Suka Maju bersama para penduduk setempat guna menjaga K5 di wilayah tersebut.

Kedua Kalimat diatas memiliki makna yang sama, tetapi dalam pemilihan kata atau diksi, kalimat kedua lebih menarik bagi pembaca karena enak dibaca dan tidak membosankan.
Disamping itu, dalam penerapan Diksi (Pilihan Kata) kalimat kalimat ragam Formal, ada juga yang berpendapat bahwa ada beberapa syarat lain untuk penerapan pilihan kata ragam formal, antara lain:


1.      Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif sering disebut makna konseptual. Misalnya, kata makan yang bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah dan ditelan.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan pada makna konotatif berarti untung atau pukul. Makna konotatif selalu berubah dari zaman ke zaman. Contoh lainnya misalnya kamar kecil dapat bermakna konotatif jamban, sedangkan makna denotative adalah kamar yang kecil.

2.      Makna Umum dan Makna Khusus
Kata umum adalah kata yang acuannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang acuannya lebih sempit atau khusus. Misalnya ikan termasuk kata umum, sedangkan kata khusus dari ikan adalah mujair, lele, gurami, gabus, koi. Contoh lainnya misalnya lele dapat menjadi kata umum, jika kata khususnya adalah lele lokal, lele dumbo.

3.      Kata Konkrit dan Kata Abstrak
Kata konkrit adalah kata yang acuannya dapat diserap oleh pancaindra. Misalnya meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang acuannya sulit diserap oleh pancaindra. Misalnya perdamaian, gagasan. Kegunaan kata astrak untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak dapat membedakan secara halus antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Pemakaian kata abstrak yang banyak pada suatu karangan akan menjadikan karangan tersebut tidak jelas dalam menyampikan gagasan penulis.


4.      Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Misalnya kata cermat dan cerdik yang keduanya bersinonim, tetapi keduanya tidaklah sama persis.

5.      Kata Ilmiah dan Kata Populer
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum pelajar dalam berkomunikasi maupun dalam tulisan-tulisan ilmiah seperti karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis, desertasi. Selain itu digunakan pada acara-acara resmi. Kata popular adalah kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat umum.[2]


B.     Penggunaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia
Dalam menggunakan Bahasa Indonesia, perlu juga diperhatikan Struktur Kalimatnya. Hal ini berguna agar kita bisa mengetahui apakah kalimat tersebut baku atau tidak, di samping itu kita bisa juga mengetahui bagaimana menggunakan kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana.[3]
Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu sekurang-kurangnya terdapat predikat(P) dan subjek(S), baik disertai objek(O), pelengkap, atau keterangan(Ket) maupun tidak, bergantung kepada tipe verba predikat kalimat tersebut.[4]
Dalam  berbahasa,  baik  secara  lisan  maupun  tulis,  kita  sebenarnya  tidak  mengunakan kata-kata  secara  lepas. Akan  tetapi, kata-kata  itu  terangkai   mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan.  Rangkaian  kata  yang  dapat  mengungkapkan  gagasan,  pikiran,  atau  perasaan  itu dinamakan kalimat.[5] 
 Untuk menggunakan struktur kalimat bahasa Indonesia, ada hal yang perlu diperhatikan, hal tesebut adalah Pola Dasar kalimat bahasa Indonesia.
Pola dasar kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:[6]

1.      Kalimat Dasar Berpola S P
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan. Misalnya:
a.       Mereka / sedang berenang.
           S       /        P (kata kerja)
b.      Ayahnya / guru SMA.
     S        /    P (kata benda)  
c.       Gambar itu / bagus
                            S         /   P (kata sifat)
d.      Peserta penataran ini / empat puluh orang
                                   S                 /            P (kata bilangan)

2.      Kalimat Dasar Berpola S P O
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan objek. Misalnya:

a.       Mereka / sedang menyusun / karangan ilmiah
                        S      /             P                /            O

3.      Kalimat Dasar Berpola S P Pel (Pelengkap).
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Misalnya:
a.       Anaknya / beternak / ayam
                         S       /     P        /    Pel.

4.      Kalimat Dasar Berpola S P O Pel.
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Misalnya:     
a.       Dia / mengirimi / saya / surat
                    S  /         P         /   O   /   Pel.

5.      Kalimat Dasar Berpola S P K
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan keterangan. Misalnya:
a.       Mereka / berasal / dari Surabaya
                       S      /      P     /          K



6.      Kalimat Dasar Berpola S P O K
  Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. Misalnya:
a.       Kami / memasukkan / pakaian / ke dalam lemari
                      S     /       P             /     O       /             K





C.    Penyusunan Kalimat Baku
Ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum dikenal sebagai ragam tulis formal.[7] Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika penyusunannya memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.[8]

Contoh kalimat baku
1.      Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2.      Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
3.      Masalah ketunakaryaan perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4.      Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
5.      Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A dan Regu B.
6.      Kita memerlukan pemikiran untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Agar menghasilkan kalimat yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
  1. Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
  2. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana
Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas, efektif, dan efisien.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi agar menjadi kalimat baku.

B.     SARAN
Dalam pembuatan tugas ini penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak terdapat kesalahan oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar kesempurnaan tugas ini untuk selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Akhaidah, Sabarti,dkk.1989.Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga

Keraf, Gorys. 1985, Diksi dan Gaya Bahasa,Jakarta: Gramedia, 1985

tt.,2011, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung : Yrama Widya,


[1] Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia, 1985), h.
[3]http://www.Struktur-Kalimat.doclecturer.ukdw.ac.id/othie/Pengertian Kalimat.pdf
[4] Ibid
[5] Akhaidah, Sabarti,dkk.Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989), h.
[6] Ibid, h.
[7] tt., Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. (Bandung : Yrama Widya, 2001)
[8] http://insanpurnama.blogspot.com/2009/03/ada-beberapa-istilah-yang-dalam-konteks.html